Data yang saya peroleh dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional menyatakan bahwa pada tahun 2007 jumlah total pedagang tradisional terdapat sebanyak 12.625.000 pedagang, namun pada akhir tahun 2008 tercatat tinggal 11.000.000 pedagang saja. Sehingga total dala jangka waktu hanya setahun, sebanyak 1.625.000 pedagang yang gulung tikar. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dan didalam kampanye Capres dan Cawapres 2009 ini hanya ada 1 (satu) saja pasangan yang menyentuh kepentingan perlingan pada kelompok ini dapat dibayangkan tak lama lagi sebagian besar dari mereka akan mati pelan-pelan seperti apa yang pernah dijelaskan didalam teori Darwin terkait dengan istilah proper to the fittest.
Ritel Masuk Desa Tasik dan Garut, Jabar
Penyebab yang signifikan membunuh para pedagang tradisional ini adlah ketika pasar ritel modern yang tadinya hanya berada dikota-kota besar kemudian merambah tak terkendali hingga masuk kedesa-desa. Sebagai contoh adalah wilayah Dapil Jabar 10 dan 11 ketika kampanye legislatifya ng baru lalu kemarin – sekitar Garut dan Tasikmalaya. Dikota Tasikmalaya yang memiliki luas 171 km2 sekarang ini telah berdiri 9 buah supermarket dan 13 minimarket, ditambah 1 buah hypermarket yang berlokasi ddialam pusat belanja Maya Sari Plaza – sebelumnya adalah sebuah pasar tradisional. Ritel modern ini menawarkan harga jual yang jauh lebih murah serta suasana yang lebih nyaman kepada para pengunjungnya. Barang lebuh murah yang ditawarkan kepada pembeli biasanya berkisar sekitar consumer goods dan house holds dari tusuk gigi, peniti sampai barang elektronika. Beberapa diversivikasi usaha yang merupakan SBU (strategic business unit) dari peritel ini adalah juga memproduksi sendiri beberapa produk urusan rumah tangga, antara lain seperti: kecap, kertas tisu, dan lain sebagainya dengan memakai merek mereka sendiri yang mereka sebut sebagai private label semisal yang telah diproduksi peritel asal Perancis Carrefour. Biasanya produk-produk yang diproduksi oleh peritel besar ini jatuhnya menjadi sangat murah karena mereka langsung berhubungan dengan produsen. Lama-lama mereka juga mengembangkan usaha menjadi principal, distributor sekaligus grosir. Sehingga semakin sempit dan tersingkirkan saja ruang gerak mereka yang bergerak dilini bawah terkait dengan ekonomi kerakyatan.
Kebijakan pemerintah yang meminggirkan keberadaan mereka ini, diperkuat dengan Permendag No. 53 Tahun 2008 berisi 28 buah pasal yang yang ditandatangani oleh Ibu Marie Pangestu pada tanggal 12 desember 2008, berisi pengaturan tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern. Besar harapan saya dan sebagian besar pengamat ekonomi kerakyatan agar para pasangan Capres dan Cawapres yang akan maju nanti ini ada yang dengan serius menyatakan keberpihakannya atas intervensi dari Negara kepada para pengusaha jaringan akar rumput ini demi pemerataan ekonomi berkelanjutan yang tidak sekedar mengejar growth atau pertumbuhan semata. Kalau toh ada yang meneriakkan kepentingan pemerataan baru terlihat pada iklan Bapak Prabowo Subianto semata, karena kebetulan Bapak Prabowo juga adalah Ketua dari Persatuan Pedagang Tradisonal ini. Namun begitu Pak Prabowo bergabung dengan Ibu Megawati, apakah cerita kedepannya masih akan sama? Ini adalah peluang sekaligus tantangan yang masih belum terlihat nyata digarap dengan serius oleh seluruh pasangan Capres yang tiga pasang ini tanpa terkecuali.
Allahu Akbar! Kita belum merdeka!